Tuesday, December 6, 2011

Karna Teman Tetaplah Akan Menjadi Teman

Lidya adalah teman satu kelasku saat di SMA. Kami telah menjalin pertemanan sejak kami duduk di kelas 1 SMA. Bahkan pada saat kami SMA dulu, kami selalu menjalani hari – hari yang abnormal. Satu hari kami bisa ketawa ngakak sampe sakit perut. (Setelah diketahui kemudian ternyata kami sama – sama kena diare). Dilain hari kami juga bisa jambak – jambakan sampai nangis kejer. Kadang hal apapun bisa bikin kami ketawa bareng. Dari mulai Cuma liat rambut kribo, sampe liat bulu idung kribo juga bakal bikin kami selalu ketawa bareng. (maaf ya yang punya bulu idung kribo). Hehe. Kadang juga kami bisa saling mencela, sampai – sampai rasanya sesak sekali didada.
Masa SMA adalah masa – masa penuh kebahagiaan buat aku dan Lidya. Sampai akhirnya kami lulus dan memilih kuliah di universitas yang berbeda. Aku kuliah disalah satu perguruan tinggi negeri dijogjakarta dan mengambil jurusan sastra inggris. Sedangkan Lidya memilih untuk kuliah di Akademi Fisioterapy yang ada di Jogjakarta pula.
Meskipun kami berbeda tempat kuliah, kami tetap sering jalan bersama. Mulai dari jalan ke MALL, sampai pasar malam pun kami kunjungi. Kami pun tidak pernah lose contact. Dari mulai via sms, sampe via twitter. Tidak ada hal yang kami sembunyikan satu sama lain.
Kami tidak pernah berkata bahwa kami adalah sahabat sejati, karna dalam kenyataannya kami termasuk orang yang sering cekcok, namun kami juga termasuk orang yang cepat baikan setiap kali berantem. Karna kami butuh dimengerti. (LHO?) Kami tidak seperti anak – anak SMP alay yang menuliskan nama mereka di bangku sekolah kemudian menambahkan embel – embel “kami sahabat sejati. Forever together”. Hanya anak – anak alay yang ngikutin sinetron remaja di TV yang bakal nulis kayak gitu. Karna Dalam kenyataannya kami masih tetap saja memiliki banyak perbedaan dalam segala hal. Menyesakkan sekali ketika kita harus saling memaki pada orang yang kita anggap sahabat sendiri.
Kejadian ini bermula ketika aku akan mudik ke Jakarta. Orang tuaku memang bekerja disana. Masa SD dan SMP ku memang kulalui di Jakarta. Kamudian satu hari sebelum aku mudik, lidya ingin meminjam laptopku untuk beberapa hari. Karna ada tugas – tugas kampus yang harus Ia kerjakan. Akhirnya kupinjamkan saja laptop ku itu, karna aku juga tidak terlalu membutuhkan pada saat mudik nanti.
“ Jaga baik – baik ya lepiku”. Ucapku pada saat dia mengantar ku ke bandara.
“ Bereeessss ”
“ Jangan dibawa mandi lho” ledekku.
“ Gak mungkinlah. Paling Cuma dicuci doank “ balasnya.
“ alah muka aja gak pernah dicuci!!!”
“ sialan lo!! “
Lidya emang cewek paling jorok over the world. Dia pernah ke sekolah gak gosok gigi. Pernah juga pas lagi dapet (Baca:Penyakit bulanan), kita jalan – jalan dan dia kelupaan pake pembalut. Bahkan pernah gak cuci rambut sampe 3 minggu. Pernah juga mandi pake minyak jelantah. (yang terakhir itu gak bener). Hehe.
###

Setelah sampai di Jakarta, hari – hariku disibukkan dengan reunian bersama teman – teman SD dan SMP ku. Bercerita hal – hal yang super aneh dimasa kecil memang selalu bikin ketawa puas. Dari mulai pertama kali buat surat cinta buat cowok keren di sekolah, sampe dengan surat kaleng yang isinya ngajak ngedate pulang sekolah. Tapi dalam kenyataanya, kami tidak pernah berani ketemu sang pujaan hati kami. Memperhatikannya dari belakang saja sudah lebih dari cukup. Dan pada saat si pujaan hati itu membalikkan badan, cepat – cepat kita memutar kepala berpura – pura melihat kearah lain. Itu cerita di masa lalu yang selalu berhasil buat aku senyum – senyum sendiri kayak syahrini. (edisi artis). Lols.

###
Selama aku mudik. Aku dan Lidya memang jarang berkomunikasi. Aku sibuk dengan teman – teman lamaku dulu. Dan dia sepertinya juga sibuk dengan tugas – tugas kuliahnya.
Satu hari aku teringat dengan laptopku, iseng iseng saja ku sms dia. Namun sampai satu haripun tidak ada balasan. Begitu juga besoknya. Ku coba untuk menelfon Lidya. Aktif tapi tidak pernah diangkat. Aku jadi curiga. Ada apa sebenarnya. Belum pernah sebelumnya dia tidak menghubungiku.
Sampai pada saat aku pulangpun dia tetap tidak menghubungiku. Kucoba menelfonnya menggunakan nomer lain pun tetap tidak diangkat. Akhirnya kuputuskan untuk mengunjungi rumahnya. Sengaja aku tidak memberitahukan kedatanganku padanya. Sesampainya di depan rumahnya aku melihat ada kendaraan lain parkir dihalamannya, yang jelas itu bukan kendaraan yang dimiliki Lidya. Aku langsung saja turun dari kendaraanku dan masuk kerumahnya yang kebetulan pintunya terbuka lebar.
Assalamualaikum…” ucapku.
Waalaikumsalam” ucap seorang laki - laki yang duduk diruang tamu.
JEGLERRRRR. Ternyata laki – laki itu adalah mantan pacar Lidya. Shobi namanya. Setauku Lidya sangat membenci laki – laki itu. Setiap dia cerita mengenai Shobi, hujatan demi hujatan pasti keluar dari mulutnya.
eh, lidya mana?” tanyaku.
lagi mandi… tunggu aja Ki..”
okey”
Duduk satu ruangan dengan orang yang sering dihujat oleh Lidya memang terasa aneh. Penuh tanda tanya. Mengapa orang itu bisa kesini? Ngapain dia kesini? Apa mereka jadian lagi? Kenapa Lidya gak cerita? Setega itu kah dengan teman sendiri, sampai – sampai aku gak tau apa yang terjadi.
Udah lama yank nunggunya?” tiba – tiba Lidya muncul dan dengan jelas Ia memanggil mantannya itu dengan kata “YANK”.
JEGLERRRRR (lagi). Positif mereka jadian. Dan aku sebagai temen gak diceritain sedikitpun. Apa memang ini alasan Lidya lose contact dengan temannya sendiri. Gak masuk akal.
Lohhh Ki..” Lidya kaget. Raut mukanya berubah jadi serem abis. Mukaku juga gak kalah serem. Aku berubah jadi wolfwomen. (Well, lanjut!)
Lid, aku mau ambil laptop doank kok” ucapku.
oh … Laptopnya….”
Laptopnya kemarin aku pinjem, tapi tadi malem gak bisa ngecarge, gak tau kenapa” Shobi memotong pembicaraan Lidya.
Okey! Sekali lagi aku kayak keselek biji duren dengernya.
Lidya masuk kedalam, kemudian keluar lagi dengan membawa laptop ku.
ya terserah. Dibawa dulu aja laptopnya. Kalo udah bener, baru balikin ke aku”
Tenang aja kali Ki! Shobi pasti bakal tanggung jawab!”
JEGLERRRRRR (sekali lagi). Lidya justru belain si shobi.
semoga aja dia gak tau – tau ngilang bawa laptopku” sindirku.
eh maksudnya apa!! Dia bukan MALING!!” Lidya ngebentak aku didepan Shobi.
maling justru lebih terhormat Lid! dari pada temen yang sifatnya kayak maling”.
Lidya diam.
Kali ini rasanya bener - bener sakit dari pada dulu waktu aku dan Lidya berantem gara – gara dia ngilangin buku catetan Fisika ku waktu SMA. Kali ini bener – bener sesak banget. Ya memang benar, menyesakkan adalah ketika teman baik kita memaki kita dan lebih membela laki – laki yang pernah nyakitin dia.
Shobi mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang 400 ribu. “Cukup kayaknya kalo Cuma buat nyervice laptop lo”. Ucapnya santai.
Aku diem. Begitu juga Lidya. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya. Apa dia tahu, bahwa bukan uanglah masalahnya. Tanggung jawablah yang jadi masalahnya. Aku gak lagi minta – minta uang didepan mereka. Aku Cuma pengen mereka belajar buat ngehargain sesuatu bukan hanya dengan uang tapi juga tindakan.
ini bukan masalah uang!” bentakku didepan muka Shobi.
Well, aku ambil laptopku dan balik badan keluar dari rumah Lidya. Gak ada lagi bayangan temen yang selalu nemenin ketawa bareng sampe guling – guling, gak ada lagi temen yang selalu kasi pelukan hangat saat kita lagi terpuruk. Gak ada lagi semangat itu. Gak ada lagi. Gak ada!
###
Sudah sebulan kami lost contact. Facebookku diblock olehnya. Dia juga unfollow twitterku. Aku sudah mulai terbiasa tanpa teman baikku ini. Tapi kadang ada beberapa tempat yang membuat aku ingat kenangan bersama teman. Saat di cafe chocolate. Ingat saat kami refreshing sambil minum hot chocolate sambil dengerin music akustik. Ingat saat jingkrak – jingkrak di karokean sambil tereak – tereak melepas penat. Ingat saat nonton film korea sampe nangis Bombay. Ingat itu semua. Dan sesak memenuhi dada.
Bulan demi bulan aku lalui dengan semangat yang kubangun sendiri, aku focus dengan kuliah dan seabrek tugas – tugas yang diberikan oleh dosen. Pada akhirnyapun masalah ini tidak mengganggu kuliahku. Sedih rasanya kalau harus menelantarkan kuliah Cuma karna hal seperti itu. Nilai ujianku pun sudah keluar. Semua baik – baik saja.
Genap setahun aku tidak berkomunikasi dengan temanku ini. Dan aku pun mulai terbiasa. Sampai pada akhirnya, ketika aku online twitter kulihat dia mention ke twitter ku pagi tadi.
Lidya_
@qiqi_xoxo . benar katamu “maling lebih terhormat dari pada temen yang sifatnya kayak maling”.

Aku retweet mentionnya
Qiqi_xoxo
Aku pun akhirnya mengerti bahwa tidak ada teman yang sifatnya seperti malaikat RT @Lidya_: @qiqi_xoxo . benar katamu “maling lebih terhormat dari pada temen yang sifatnya kayak maling”.

Sejak saat itu kami jadi sering twitteran. Sekedar say hai atau mengomentari timeline satu sama lain. Kami juga sesekali membuat janji untuk ketemu di cafĂ© chocolate, namun tidak sesering dulu. Kami juga tidak pernah membongkar masa lalu kami. Kami juga tidak pernah bercerita tentang kisah cinta kami masing - masing. Kami merasa lebih nyaman seperti ini. Lebih nyaman karna kami tidak melebihi ruang privasi kami. Membiarkan kisah pertemanan kami berkembang dengan sendirinya. Dan segala masalah dimasa lalu lah yang mendewasakan kami. Kalimat “aku baik – baik saja temanku” sudah cukup bagi kami. Itulah kami dengan kisah pertemanan kami.

Book Review - The Methamorphosis

The Methamorphosis is a story that created by Franz Kafka. This novel was published in 1915. After that, this story became as one of the best fiction of the 20th century.
Gregor Samsa is the main character of this story. He has one younger sister. He works as a travelling salesmen, and he have to provide money for his sister and his mother.
The story begin when Gregor Samsa wake up and he find himself became a cockroach as large as a man. His mother very afraid with him, and her father will hit him if he out from his bed room. But, his young sister was kind, she tried to treat her brother. For example, she bring some foods for Gregor Samsa. After that, because of this incident, Gregor Samsa lost his job. He was very hopeless. Then, he died and all of his family seems to feel relieved.
This execessive from this short story is we can feels the high of imagination when Gregor Samsa became a cockroach. For example, when he looks at his body, he is very shock and depress.
The weakness from this short story is when Gregor’s father hit him, and his family feels happy when he died. It’s very cruel and it makes the reader think if Gregor’s family never love with him.
The moral value that we can get from this story is we are as a human don’t ever hurt the animal. We have to care them.