Friday, July 8, 2011

DISCOURSE (WACANA)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karna atas rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Discourse” atau “Wacana”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah “Linguistik”. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada para pembaca.
Makalah ini berisi tentang penjelasan – penjelasan yang terkait dengan aspek yang terdapat dalam linguistik, salah satunya yaitu wacana. Hal ini ditujukan kepada para pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai materi ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Hal ini sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih banyak kepada Bapak Margo sebagai Dosen pengampu mata kuliah ‘Linguistik’, serta kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini hingga selesai. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.


        Penulis
Kelompok 6






DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I Pendahuluan 3
Latar Belakang 3
Identifikasi Masalah 3
Rumusan Masalah 3
BAB II Pembahasan 4
                Pengertian Discourse atau Wacana 4
Alat Wacana 6
Jenis Wacana 7
                Subsatuan Wacana 9
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 11



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
 Wacana merupakan salah satu ilmu dasar dalam bidang linguistik. Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap, dimana ‘ide’ dan ‘pesan’ yang disampaikan dapat dipahami oleh pendengar atau pembaca tanpa keraguan.
Tidak banyak orang yang mempelajari tentang wacana. Memang semua orang telah mengerti kata-kata dalam bahasa, dan akhirnya ini terlihat seperti masalah yang sepele, namun satuan bahasa yang utuh dan lengkap sangatlah penting sekali bagi kita. Karna dengan kejelasan bahasa yang kita gunakan, orang lain dapat mengerti hal – hal yang kita maksudkan.

B.   Identifikasi Masalah
Kita dapat mengerti dan memahami dengan seksama mengenai pengertian dari wacana dalam ilmu Linguistik, alat wacana, jenis – jenis wacana, dan juga subsatuan wacana.

C.   Rumusan Masalah
1.    Jelaskan pengertian dari ‘Discourse’ atau ‘Wacana’ ?
2.    Apa sajakah yang termasuk dalam ‘Alat Wacana’ ?
3.    Sebutkan jeins – jenis ‘Wacana’ ?
4.    Apakah yang dimaksud dengan ‘Subsatuan Wacana’ ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian ‘Discourse’ atau ‘Wacana’
Menurut Kridalaksana, wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sedangkan menurut Alwi, wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan dan menghubungkan antara preposisi yang satu dengan preposisi yang lain dan membentuk kesatuan.[1]
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggai atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar, tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.[2]
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.[3]

1.    Contoh wacana yang tidak kohesif dan tidak koherens:
“Dika dan Nita pergi ke toko buku. Dia ingin membeli kamus bahasa Jepang yang baru”

Ini merupakan contoh wacana yang tidak kohesif, sebab kata ganti dia tidak jelas mengacu kepada siapa. Apaka kepada Dika? Ataukah Nita? Ataukah keduanya. Jika kepada keduanya tentulah kata ganti yang seharusnya dipakai yaitu mereka, buka dia. Oleh karena itulah dapat disimpulkan bahwa wacana itu tidak koherens.

2.    Contoh wacana yang Kohesif tetapi tidak Koherens:
“Lulusan IKIP dan FKIP dimaksudkan untuk menjadi guru SLPdan SLA di seluruh Indonesia(1). Indonesia adalah negara kepualauan, ada pulau yang besar dan ada pula pulau yang kecil (2). Setiap pulau  dihuni oleh suku bangsa yang berbeda adat istiadat dan bahasa daerahnya (3). Eksistensi bahasa daerah dijamin dalam Undang – Undang Dasar ’45 (4).”

Kalimat (1) berisi tentang lulusan IKIP dan FKIP
Kalimat (2) berisi tentang Indonesia adalah negara kepualauan
Kalimat (3) berisi tentang penduduk di tiap pulau
Kalimat (4) berisi tentang bahasa daerah
Secara keseluruhan wacana diatas bukan merupakan wacana yang baik karna tidak memenuhi satu keutuhan ‘isi’ ujaran. Memang memenuhi persyaratan kekohesifan, tetapi tidak koherens.

3.    Contoh Wacana yang Kohesif dan Koherens
“Zaman jepang melahirkan Chairil Anwar dan Idrus, masing – masing pembaharu puisi dan prosa (1). Pembaharuan itu tidak berarti sekiranya hanya mengenai bentuk belaka, tapi dalam hal ini perubahan lahir itu berakar pada perubahan jiwa (2). Perubahan jiwayang dimasak kearah dewasa selama tiga setengah tahun tekanan mengenai pikiran dan perasaan serta keadaan ekonomi yang menggoncangkan seluruh watak manusia Indonesia (3).”

Kekohesifan wacana diatas yaitu dengan mengulang kata pembaharuan pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2), serta mengulang frase pembaharuan jiwa pada kalimat (2) dan (3). Adanya pengulangan unsur – unsur diatas menyebabkan wacana itu menjadi koherens.

B.   ALAT WACANA
Wacana disebut baik jika wacana tersebut kohesif dan koherens. Untuk membuat wacana itu menjadi kohesif dan koherens dapat digunakan berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek semantik.[4]
1.    Aspek Gramatikal
a.    Konjungsi
Alat untuk menghubungkan bagian – bagian kalimat, atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Sehingga hubungan antar kalimat menjadi jelas.
Contoh : Raja sakit dan permaisuri meninggal.
              Raja sakit karena permaisuri meninggal.

b.    Kata Ganti
Dengan menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis ini maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu.
Contoh: Anak itu terpeleset, lalu jatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat mencoba menolongnya.

c.    Elipsis
Penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan menggunakan cara ini maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penhilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat didalam wacana itu.
Contoh :
·         Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali, dia berasal dari Yogyakarta. Yang diujung sana Ahmad dari Jakarta. Yang disebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari medan.
Tanpa elipsis, wacana tersebut terasa menjadi tidak efektif. Karena terlalu banyak menggunakan kata, dan terasa menjadi tidak ada penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya.

2.    Aspek Semantik
a.    Hubungan pertentangan
Contoh : Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b.    Hubungan Generik – spesifik
Contoh : Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak – banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil – mobil pribadi.
c.    Hubungan Spesifik – Generik
Contoh : Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
d.    Hubungan Perbandingan
Contoh : dengan cepat disambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
e.    Hubungan sebab – akibat
Contoh : Dia anak yang malas. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
f.     Hubungan tujuan
Contoh : Banyak jembatan layang dibangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.
g.    Hubungan rujukan
Contoh : Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering dituduh memacetkan lalu lintas.

C.   Jenis Wacana
a.    Dilihat dari sarananya
-        Wacana Lisan
Ciri dari wacana lisan:
1.    Adanya penutur dan mitra tutur
2.    Bahasa yg dituturkan
3.    Alih tutur yang menandai giliran bicara
-       Wacana Tulisan
Ciri Wacana Tulisan :
1.    Adanya penulis dan pembaca
2.    Bahasa yang dituliskan
3.    Penerapan sistem ejaan

b.    Dilihat dari penggunaan bahasanya
-       Wacana prosa
·         Dilihat dari penyampaian isinya[5]
1.    Wacana narasi: suatu bentuk wacana yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah – olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
2.    Wacana eksposisi: Wacana yang berisi tentang paparan atau penjelasan yang menyajikan sejumlah pengetahuan atau informasi. Tujuannya adalah pembaca mendapat pengetahuan atau informasi yang sejelas - jelasnya.
3.    Wacana persuasi : Wacana yang bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang. Wacana ini bertujuan untuk mempengaruhi emosi pembaca.
4.    Wacana argumentasi:  Wacana yang bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.

-       Wacana puisi

c.    Wacana Berdasarkan Fungsi bahasanya[6]
-       Wacana ekspressif: wacana yang bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi. Contoh: wacana pidato
-       Wacana fatis: wacana yang bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi. Contoh:  wacana perkenalan pada pesta.
-       Wacana informasional: wacana yang bersumber pada pesan atau informasi. Contoh:  wacana berita dalam media massa.
-       Wacana estetik: wacana itu bersumber pada tekanan keindahan pesan. Contoh: wacana puisi dan lagu.
-       Wacana direktif: wacana yang diarahkan pada tindakan atau reaksi mitra tutur atau pembaca. Contoh: wacana khotbah.

D.   Subsatuan Wacana

Jika isi dari wacana itu berupa masalah keilmuan yang cukup luas, diuraikan berdasarkan persyaratan suatu karangan ilmiah, maka wacana itu akan menjadi sangat luas, mungkin bisa puluhan atau ratusan halaman panjangnya. Jika demikian, wacana itu dapat disebut dengan karangan ilmiah, maka wacana itu dibangun oleh subsatuan atau sub-sub satuan yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf.



BAB III
KESIMPULAN

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggai atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap.
Wacana disebut baik jika wacana tersebut kohesif dan koherens. Untuk membuat wacana itu menjadi kohesif dan koherens dapat digunakan berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek semantik.
Jenis Wacana yaitu wacana dengan sasarannya, diantaranya bahasa lisan atau bahasa tulis. Dilihat dari penggunaa bahasa yaitu wacana prosa dan wacana puisi Selanjutnya, wacana prosa menurut penyampaia isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
Dalam wacana yang berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf.



DAFTAR PUSTAKA
chaer, abdul. Linguistik umum. cet3.(Jakarta:PT.Rineka Cipta:2007)
http://www.Lidah tinta.wordpress.com
http://www.Cenya95.wordpress.com




[1] Lidah tinta.wordpress.com
[2] Abdul chaer. Linguistik umum. cet3.(Jakarta:PT.Rineka Cipta:2007)
[3] Abdul chaer. Linguistik umum. cet3.(Jakarta:PT.Rineka Cipta:2007)
[4] Abdul chaer. Linguistik umum. cet3.(Jakarta:PT.Rineka Cipta:2007)
[5] Cenya95.wordpress.com
[6] Kafeilmu.blogspot.com